Selamat Datang di Blog Arbain

Minggu, 04 April 2010

Orang-orang yang mewarisi Syurga Firdaus


Assalamu’alaikum wr wb.
Untuk tulisan kali ini saya hanya ingin menyampaikan beberapa ayat Al-qur’an yang apabila kita dapat mengamalkannya insya Allah akan memperoleh Syurga Firdaus.
Ayat-ayat tersebut adalah ayat 1 s/d 11 (ayat 10, 11 berisi penjelasan dari ayat sebelumnya).
Keterangan (tafsir) dari ayat-ayat tersebut saya kutip dari Tafsir Depag, mudah-mudahan kita dapat mengamalkannya.


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ {1}
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

IMAN kepada ALLAH yang mencakup semua rukun-rukun iman yang 6. Dalam ayat ini Allah menjelaskan, bahwa sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, dan sebaliknya amat rugilah orang-orang kafir yang tidak beriman, karena walaupun mereka menurut perhitungan banyak mengerjakan amal kebaikan, akan tetapi semua amalnya itu akan sia-sia saja di akhirat nanti, karena tidak berlandaskan iman kepada-Nya.

الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ {2}
(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya,

KHUSYUK DALAM SALATNYA. Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan sifat yang kedua yaitu seorang mukmin yang berbahagia itu, jika salat benar-benar khusyuk dalam salatnya, pikirannya selalu mengingat Tuhan, dan memusatkan semua pikiran dan pancainderanya dan munajat kepada Allah SWT. Dia menyadari dan merasakan bahwa seorang yang salat itu benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya, maka oleh karena itu seluruh badan dan jiwanya diliputi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dangan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya. Maka untuk dapat memenuhi syarat kekhusyukan dalam salatnya, harus memperhatikan tiga perkara.
a. Mengerti tentang bacaannya, supaya ucapan lidahnya dapat diikuti dengan pengertiannya, sesuai dengan ayat
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci?. (Q.S. Muhammad: 24)
b. Ingat kepada Allah dan takut kepada ancaman-Nya, sesuai dengan Firman-Nya:
... وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya:
Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (Q.S. Taha: 14)

c. Salat berarti munajat kepada Allah, pikirannya dan perasaannya harus selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para Ulama berpendapat bahwa salat yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak berjiwa. Akan tetapi ketiadaan khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang lagi.

وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ {3}
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.

MENJAUHKAN DIRI DARI SETIAP PERBUATAN ATAU PERKATAAN YANG TIDAK BERGUNA.
Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan sifat yang ketiga, yaitu bahwa seorang mukmin yang bahagia itu ialah yang selalu menjaga waktu dan umurnya supaya jangan sia-sia. Sebagaimana ia khusyuk dalam salatnya, berpaling dari segala sesuatu kecuali dari Tuhan penciptanya, demikian pula ia berpaling dari segala perkataan yang tidak berguna bagi dirinya atau orang lain. Ia selalu menjauhkan diri dari penipuan, kelaliman, penghinaan kepada orang lain, korupsi, penyelewengan, menerima uang suap, pemborosan, penghamburan, penyalah gunaan uang yang dirumuskan dengan H.W.T yaitu: Harta, Wanita, dan Tahta (kedudukan). Mereka yakin, bahwa seluruh ucapan dan perbuatannya dicatat oleh Malaikat yang akan diperlihatkan kepada mereka nanti pada hari kiamat, dan dijadikan bahan untuk mengadili mereka sendiri. Maka atas dasar perhitungan dan keyakinan itu mereka tidak mau mengerjakan apa saja yang tidak berguna bagi dirinya sendiri, bahkan hanya menimbulkan kerugian dan penyesalan. Kekhusyukan dalam salat dapat berpengaruh kepadanya di luar salat ialah dengan berakhlak yang mulia dalam pergaulan sehari-hari meniru akhlak para Nabi dan para siddiqin.

وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ {4}
Dan orang-orang yang menunaikan zakat,

MENUNAIKAN ZAKAT WAJIB DAN DERMA YANG DIANJURKAN.
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan, bahwa sifat keempat dari orang mukmin yang berbahagia itu, ialah suka mengeluarkan zakat dan memberi derma yang dianjurkan, yang oleh mereka dipandang sebagai usaha untuk membersihkan harta dan dirinya dari sifat kikir, tamak serakah, hanya mengutamakan diri sendiri (egois), dan juga untuk meringankan penderitaan hamba-hamba Allah yang serba kekurangan, sesuai dengan firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
Artinya:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. (Q.S. Asy Syams: 9)

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ {5}
dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

MENJAGA KEMALUAN DARI PERBUATAN KEJI.
Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia itu, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homosexuil), onani dan sebagainya. Bersenggama itu yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya yang diperoleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.
Akan tetapi barang siapa yang berbuat, di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah SWT menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.
Maka menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menderita akibat-akibat buruk dari perbuatan zina itu. Allah SWT telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pandangannya dengan memicingkan mata dan memelihara kemaluannya dengan firman:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya:
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (Q.S. An Nur: 30)
Perintah seperti itu disampaikan pula kepada orang-orang yang beriman di kalangan kaum wanita. Mengapa Allah SWT memerintahkan umat Muhammad saw supaya menahan pandangan? Karena dengan jalan demikian dapat memelihara kemaluan-nya dari perbuatan zina, yang mula-mula timbul rangsangannya dari penglihatan mata. Sebagian besar dari pelanggaran-pelanggaran itu permulaannya dari pandangan mata, sebagaimana kebakaran-kebakaran yang besarpun asalnya dari percikan api yang kecil. Pandangan mata menelorkan renungan atau khayalan. Khayalan menelorkan rangsangan dan rangsangan menimbulkan langkah perbuatan. Maka hendaknya setiap orang dapat meneliti dan mengawasi setiap perkembagan dari hawa nafsunya itu dan agar selamat dari semua pengaruh yang buruk itu. Oleh sebab itu Islam membatasi pergaulan bebas antara wanita dan pria. Imam Ahmad berkata, "Saya tidak mengetahui setelah pembunuhan ada dosa yang lebih besar dari perzinaan". Pendapat beliau itu berlandaskan sebuah hadis Bukhari dari Abdullah bin Masud yang bertanya kepada Nabi saw, "Ya Rasulullah" dosa apakah yang paling besar?". Beliau menjawab, "Mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Penciptamu. Saya bertanya lagi: Kemudian apa? Beliau menjawab, "Membunuh anakmu sendiri, karena takut akan makan bersamamu". Saya bertanya lagi, "Kemudian apa?. Beliau menjawab, "Berbuat zina dengan istri tetanggamu".
Nabi Muhammad saw karena ditanya tentang dosa yang paling besar, maka beliau menerangkan dari tiap-tiap dosa yang paling puncaknya. Dari bermacam-macam kemusyrikan, maka yang paling besar dosanya ialah mengadakan tandingan atau sekutu bagi Allah dan dari bermacam-macam pembunuhan yang paling besar dosanya ialah membunuh anak sendiri karena takut akan makan bersama-sama dan dari bermacam-macam perzinaan yang paling besar dosanya ialah berzina dengan istri tetangganya, dan kerusakan akibat perzinaan itu dapat berlipat ganda pula menurut tahap pelanggarannya. Berzina dengan seorang perempuan yang mempunyai suami lebih besar dosanya dari pada berzina dengan yang tidak bersuami, karena ada pelanggaran terhadap Allah dan terhadap suami yang dilanggar kehormatan istrinya dan kesucian tempat tidurnya, dan menodai keturunannya bilamana menyebabkan kehamilan. Dan jika suaminya kebetulan pula tetangganya, maka dosanya bertambah besar pula, karena menyakiti tetangganya, sedang Nabi saw sendiri menyatakan dalam sebuah hadis yang sahih, bahwa seseorang tidak akan masuk surga, bila tetangganya tidak merasa aman dari kecerobohan-kecerobohan akhlaknya, dan tidak ada kecerobohan yang lebih besar dari pada berbuat zina dengan istri tetangganya. Maka berzina dengan istri tetangga, dosanya lebih besar dari pada seratus kali berzina dengan perempuan yang tidak bersuami. Apa bila tetangganya ada pula hubungan famili kekeluargaan, maka dosanya bertambah besar pula, karena mengakibatkan pula putusnya silaturahmi. Dan apabila tetangganya sedang bepergian untuk keperluan ibadah seperti naik haji, pergi ke pesantren menuntut ilmu atau jihad fisabillillah, maka si penzina itu bertambah pula dosanya, dan jika ia sendiri sudah pernah kawin, maka perzinaan itu termasuk zina Muhson yang berhak mendapat hukuman rajam, dilempari dengan batu sampai mati. Dan apabila si pezina itu sudah lanjut usianya, maka dosanya bertambah besar pula, karena sudah tua masih menjadi biang keladi kejahatan.
Apabila perzinaan itu dilakukan pada waktu dan tempat yang mulia seperti waktu salat atau di bulan haram seperti Rajab, Zulkaidah, Zulhijah dan Muharam atau pada

saat dikabulkannya doa-doa atau dilakukan di tempat suci, maka dosanya bertambah besar pula. Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa bertambah besarnya dosa itu ada kaitannya dengan beberapa kondisi, situasi dan keadaan. Oleh karena dalam ayat ini ada pengecualian, yaitu kecuali terhadap istri-istri mereka atau jariah yang mereka miliki, mungkin ada yang memahami bolehnya berbuat homoseksual dengan budak hamba sahayanya, seperti dibolehkan bersenggama dengan jariahnya. Pemahaman seperti ini keliru sekali, bahkan jika ada orang berpendapat demikian dapat dimasukkan golongan orang murtad yang dituntut supaya segera bertobat, sebab sekalian kaum Muslimin telah sepakat ijma' bahwa berbuat homosexuil dengan hamba sahayanya sendiri sama dosanya seperti berbuat demikian itu dengan orang lain. Dalam pada itu perbuatan-perbuatan tersebut masing-masing adalah perbuatan dosa besar.

إِلَّاعَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُمَلُومِينَ {6}
kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ {7}
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ {8}
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,

MEMELIHARA AMANAT-AMANAT YANG DIPIKULNYA DAN MENEPATI JANJINYA. Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan sifat keenam dari orang mukmin yang beruntung itu, ialah suka memelihara amanat-amanat yang dipikulnya, baik dari Allah SWT ataupun dari sesama manusia, yaitu bilamana kepada mereka dititipkan barang atau uang sebagai amanat yang harus disampaikan kepada orang lain, maka mereka benar-benar menyampaikan amanat itu sebagaimana mestinya, dan tidak berbuat khianat. Demikian pula bila mereka mengadakan perjanjian, memenuhinya dengan sempurna. Mereka menjauhkan diri dari sifat kemunafikan seperti tersebut dalam sebuah hadis yang masyhur. yang menyatakan, tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu berbicara suka berdusta, jika menjanjikan sesuatu suka menyalahi dan jika diberi amanat suka berkhianat.

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ {9}
dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.

MEMELIHARA SALAT YANG LIMA WAKTU. Dalam ayat ini Allah SWT menerangkan sifat yang ketujuh , yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu memelihara dan memperhatikan salatnya yang lima waktu secara sempurna dalam waktunya yang telah ditentukan dengan memenuhi persyaratan dan sebab-sebabnya. Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan bahwa mereka selalu memelihara salat dengan tertib dan dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi pengertian betapa pentingnya salat yang telah di jadikan tiang agama. Barangsiapa yang mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama dan barangsiapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah merobohkan agama.
Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw:

Artinya:
Ketahuilah bahwa sebaik-baik amal perbuatanmu ialah salat, dan tidak ada orang

yang selalu berusaha dalam keadaan berwudu melainkan seorang yang beriman. (H.R. Ibnu Majah)

(Dan orang-orang yang terhadap salat mereka) dapat dibaca dalam bentuk jamak dan mufrad, yakni Shalawaatihim dan shalaatihim (mereka memeliharanya) mereka mengerjakannya tepat pada waktu-waktunya.

أُوْلَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ {10}
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,

Mereka yang memiliki tujuh sifat yang mulia itu akan mewarisi surga, disebabkan amal kebaikan mereka selama hidup di dunia.

الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {11}
(Yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Yaitu surga Firdaus yang paling tinggi, yang di atasnya berada Arasy Allah Yang Maha Pemurah, dan mereka kekal di dalamnya. Umar meriwayatkannya sebuah hadis dimana Rasulullah saw bersabda di antaranya:

Artinya:
Telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat: Barangsiapa yang menegakkannya akan masuk surga" lalu ia membaca 10 ayat ini dari permulaan surah Al-Mukminun. (H.R. Tirmizi)

Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya Allah telah membagi-bagikan akhlak di antara kamu sebagaimana Dia telah membagi-bagikan rezeki di antara kamu. Sesungguhnya Allah memberikan nikmat dunia kepada orang yang diridai-Nya dan kepada orang yang tidak diridai-Nya. Dan Dia tidak memberikan keteguhan beragama melainkan kepada yang la rida. Dan barangsiapa yang Allah berikan kepadanya keteguhan beragama, berarti Allah meridainya. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidak Islam seorang hamba kecuali bila telah Islam pula batin dan lidahnya, tidak beriman dia kecuali tetangganya merasa aman terhadap kejahatannya. Para sahabat bertanya, "Apakah kejahatannya itu, Ya Rasulullah?". Rasulullah menjawab, "Penipuan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar