RASIALIS
Oleh
: Arbain Maksum
Pada
masa jahiliyah para pembesar Kuraisy memandang kedudukan, kepangkatan,
kekayaan, dan keturunan, adalah derajat yang sangat tinggi, sehingga mencemoohkan
orang-orang miskin bukanlah merupakan suatu perbuatan yang buruk.
Sifat
ini terbawa sampai pada masa Rasulullah SAW., dapat kita baca pada banyak
riwayat betapa Rasulullah Muhammad SAW. mendapat cemoohan dari kaum Jahiliyah.
Adat
jahiliah yang suka bersombong-sombong dan bermegah-megah dengan menonjolkan
kebesaran nenek moyangnya, sehingga apa yang disembah oleh nenek moyangnya
merekapun ikut menyembah tanpa dalil dan hujjah yang jelas.
Mereka
juga suka memandang rendah pada orang lain misalnya kepada budak-budak, apalagi
jika warna kulit lebih hitam dari kulit mereka.
Kebiasaan
manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut pautnya dengan kebangsaan
dan kekayaan, padahal menurut pandangan Allah orang yang paling mulia itu
adalah orang yang paling takwa kepada Nya.
Diriwayatkan oleh Abi Mulaikah tatkala terjadi Futuh Mekah yaitu kembalinya negeri Mekah ke bawah kekuasaan Rasulullah saw pada tahun 8 Hijriah, maka Bilal disuruh Rasulullah saw untuk berazan. Ia memanjat Kakbah dan berazan, berseru kepada kaum muslimin untuk salat berjemaah.
Attab bin Useid ketika melihat Bilal naik ke atas Kakbah untuk berazan, berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak sempat menyaksikan peristiwa hari ini". Dari Haris bin Hisyam berkata: "Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung gagak yang hitam ini". Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya yang hitam (dikutip dari Tafsir Depag).
Manusia itu hanya dua macam, yakni seorang yang berbuat kebaikan dan bertakwa, dialah yang mulia pada sisi Allah. Dan seorang lagi yang durhaka, dialah yang celaka, yang sangat hina menurut pandangan Allah SWT.
Diriwayatkan oleh Abi Mulaikah tatkala terjadi Futuh Mekah yaitu kembalinya negeri Mekah ke bawah kekuasaan Rasulullah saw pada tahun 8 Hijriah, maka Bilal disuruh Rasulullah saw untuk berazan. Ia memanjat Kakbah dan berazan, berseru kepada kaum muslimin untuk salat berjemaah.
Attab bin Useid ketika melihat Bilal naik ke atas Kakbah untuk berazan, berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku sehingga tidak sempat menyaksikan peristiwa hari ini". Dari Haris bin Hisyam berkata: "Muhammad tidak akan menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung gagak yang hitam ini". Maksudnya mencemoohkan Bilal karena warna kulitnya yang hitam (dikutip dari Tafsir Depag).
Manusia itu hanya dua macam, yakni seorang yang berbuat kebaikan dan bertakwa, dialah yang mulia pada sisi Allah. Dan seorang lagi yang durhaka, dialah yang celaka, yang sangat hina menurut pandangan Allah SWT.
Firman
Allah SWT:
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ إِنَّاخَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍوَأُنثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًاوَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُواإِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَاللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ{13}
Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-Hujuraat :
13)
Islam
sangat menentang rasialis. Dimata Allah SWT hanya orang bertakwa yang
dimuliakan-Nya, tidak peduli apakah mereka kaya atau miskin.
Lalu
bagaimana kiat kita sehingga tidak tergolong sebagai orang yang rasialis?.
Mari
kita mencoba dan berikhtiar mengamalkan hal-hal berikut:
1.
Kita
sebagai manusia betul-betul menyadari bahwa kita adalah makhluk yang lemah (dho’if)
secara fisik, banyak keterbatasan/kekurangan, bodoh (jahil) dan sangat bergantung
kepada yang lainnya (fakir). Bersyukurlah setiap saat.
2.
Renungkan
asal kejadian kita sebagai manusia, jauhi sifat-sifat sombong, ujub, takabur, hasad dan sifat tercela
lainnya.
3.
Menyadari
bahwa kita sama derajatnya dihadapan Allah SWT., yang membedakan kemuliaan diantara manusia adalah
ketakwaanya kepada Allah SWT.
4.
Berlaku
adil, tidak diskriminatif. Tentu perlakuan adil disini tidak harus sama. Kita
bisa meneladani sifat Allah yang maha adil.