UJIAN
Oleh
: Arbain Maksum
Adalah
seorang pemuda bernama Rizal dengan terpaksa menjadi seorang pengumpul pelastik
bekas demi membiayai hidup dan kuliahnya.
Rizal
seorang pemuda yang baru menginjak usia 21 tahun, kuliah di sebuah perguruan
tinggi swasta di Yogyakarta memasuki semester lima, jurusan Teknik Informatika.
Prestasinya terhitung baik dengan IPK 3,15.
Sebenarnya
dengan IPK segitu sudah bisa untuk mengajukan beasiswa, tapi Rizal tak pernah
melakukannya atau lebih tepatnya tak sempat mengajukan permohonan mengajukan
beasiswa. Ketika seorang temannya bertanya mengapa dia tidak mencoba
menggunakan kesempatan mendapatkan beasiswa, Rizal hanya menjawab, “mana sempat
saya berfikir kesana mas, coba saja bayangkan pagi-pagi saya sudah harus nyetor
barang-barang ini (sambil menunjuk ke karung berisi pelastik bekas yang sengaja
dititipkan di kantin kampus) ke pengepul, dari sana saya dapatkan bayaran yang
suka atau tidak sebagian harus saya sisihkan untuk biaya kuliah, sebagian lagi
untuk biaya makan sehari-hari. Selanjutnya saya berangkat kuliah sambil
melakukan ‘operasi bersih’ alias ngumpulkan pelastik-pelastik bekas, sampai di kampus
saya titipkan karung ini ke kantin lagi dengan harapan semoga semakin
bertambah, selesai kuliah, ‘operasi bersih’ lagi sampai ke pondokan menjelang
magrib, waktu saya belajar tak usah ditanyakan saja ya mas”. “Itu alasan kamu
yang pertama ya ?”, sambung teman Rizal itu. “Iya”, jawab Rizal dan dilanjutkan,
“yang kedua kamu tau sendiri bahwa untuk mengajukan permohonan kita setidaknya
menggunakan komputer dan sejenisnyalah. Memang sih, idealnya mahasiswa Teknik Informatika
memiliki komputer atau laptop sendiri untuk mencari info, mendapatkan referensi
dan sebagainya, tapi Allah SWT belum mengizinkan saya untuk memilikinya. Uang
saya terbatas, ingin pergi ke warnet saja saya harus berfikir 200 kali”.
Mendengar itu teman Rizal tersenyum seraya menimpali “Iya kamu adalah salah
satu teman terbaikku, taat pada agama, rajin beribadah, sholat tidak pernah
bolong, berdo’a paling tekun dan lama, tapi ....”. “Saya tau maksud kamu”,
potong Rizal. “Kamu ingin mengatakan bahwa kenapa nasib saya tidak berubah, iya
khan?”. Rizal seolah bertanya, “begini temanku”, Rizal melanjutkan, “ada suatu
pelajaran dari Allah SWT dalam Al-qur’an surat Al-Ankabuut ayat 2-3:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن
يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ {2}
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ
الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ {3}
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: `Kami telah
beriman`, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.”
Tanpa terasa mulut Rizal membacakan
kedua ayat tersebut yang memang sudah dia hafal, kemudian Rizal melanjutkan
cerita, “Dahulu ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan ujian berat yang
diterima oleh kaum muslimin ketika akan melakukan hijrah (berpindah) tempat
tinggal dengan tekad mempertahankan Islam. Perpindahan ini tentu saja
dihalang-halangi kaum musyrik yang tidak jarang menimbulkan korban. Tapi
intinya ayat tersebut adalah peringatan dari Allah SWT bahwa setiap orang yang
beriman pasti akan mendapatkan suatu ujian untuk meningkatkan derajatnya disisi
Allah SWT”. Teman Rizal termenung sejenak, kemudian melanjutkan pertanyaan, “kalau
kamu tidak keberatan bisakah kamu ceritakan apa hubungan hijrah itu dengan maaf
nasibmu ini temanku”. Sambil menyodorkan segelas air putih Rizal melanjutkan, “begini
teman, hijrah dalam hidupku ini bermula ketika ayah dan ibuku mengalami
kecelakaan lalu lintas di kota ini beberapa tahun lalu. Dahulu kehidupan kami
bertiga lumayan sejahtera, ayah seorang pengusaha bengkel sederhana yang
modalnya didapat dari pinjaman bank. Ujungnya setelah ayah dan ibu tidak ada,
semua usaha ayah itu disita oleh bank. Mulai saat itulah kehidupan saya berubah
180 derajat. Sekolah dan makan harus mencari sendiri, mulai saat itu pula saya sedikit
demi sedikit mengerti arti kerasnya kehidupan. Saya tidak kecewa dengan takdir
Allah, karena Allah melarang untuk berputus asa. Allah mungkin tidak mengabulkan
apa yang saya ingin dan angankan, namun Allah selalu memberikan apa yang saya
butuhkan.”
“Zzzzz...rrr,
zzzz....”, jawab teman Rizal.
Rizal
menoleh, “Sialan kamu, capek-capek begini malah tidur, bangun, bangun,
banguuuun, sana pulang!, asytaqfirullahal adziim”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar